Selasa, 15 Maret 2016

Tentang Ibu

Assalamualaikum...
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah  shalallahu’alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallahu’alaihi wasallam menjawab ’Ibumu!’ dan orang tersebut kembali bertanya ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallahu’alaihi wasallam menjawab ’Ibumu!’ orang tersebut bertanya kembali ‘kemudian siapa lagi?’  Beliau menjawab ‘Ibumu!’. Orang tersebut bertanya kembali ‘kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallahu’alaihi wasallam menjawab ’Kemudian ayahmu!’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Tangis haru seketika terlihat dari wajah seorang ibu ketika melihat anak yang dinantinya telah lahir. Rasa sakit bahkan hilang begitu saja tergantikan dengan rasa bahagia yang tak terhingga. Kata-kata syukur selalu terucap dari bibirnya diiringi menetesnya air mata. Harapan dan do’a agar kelak anaknya menjadi insan yang berguna bagi agama dan bangsa.
Hari demi hari berganti, sang anak tumbuh sehat. Sebab ibu selalu menjaga dan merawatnya sepanjang waktu. Makanan yang diberikan adalah makanan terbaik. Bergizi dan bernutrisi untuk pertumbuhan anaknya. Pakaian yang diberikan adalah yang terbaik dan paling bagus. Siang malam anak ditimang dan dirawat dengan penuh cinta dan kasih sayang. Seekor nyamukpun tak kan dibiarkan hinggap di tubuh anaknya, apalagi sampai menghisap darahnya. Begitu dalamnya rasa cinta dan kasih sayang seorang ibu, malaikat kita di Dunia ini.
Saat menginjak usia sekolah, ibupun tak pernah lelah mengantar dan menjemput anaknya. Membantu anaknya mengerjakan PR merupakan kebahagiaan tersendiri baginya. Mengajari anaknya banyak hal, termasuk tentang agama. Setiap hari selalu menghabiskan waktu bersama, tiada hari tanpa melihat senyum anaknya. Apapun akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan anaknya.
Semakin lama anaknya semakin dewasa, ibu tak lagi mengantar atau menjemputnya saat sekolah. Anak pergi dan pulang sekolah bersama teman-temannya. Ibu menunggu dirumah dengan menyiapkan makanan kesukaannya. Berharap agar nanti sepulang sekolah anaknya akan tersenyum bahagia. Menunggu untuk kembali mengerjakan PR bersama sambil bercanda ria. Anakpun pulang seperti biasanya, mereka makan siang bersama karena ibu memang menunggunya. Tapi setelah itu mereka tak lagi membuat PR bersama, anak pergi ke rumah temannya. Tinggallah ibu sendiri dirumah, berharap anak pulang secepatnya.
Saat hari mulai menginjak petang, matahari perlahan mulai meninggalkan siang, barulah sang anak pulang. Ibu yang dari tadi menunggunya tampak tersenyum bahagia. Tapi anak langsung kekamarnya, tak tahu kalau ibu menantikan kepulangannya. Saat makan malam pun tiba, mereka makan bersama, tapi sunyi tanpa suara. Setelah makan anak kembali ke kamarnya sampai pagi pun tiba.
Esoknya ibu masih sendiri di rumah, menanti anaknya pulang ke rumah. Pagi, siang bahkan malam tak dapat lagi ia bercanda bersama anaknya. Ada rasa kecewa di hatinya, tapi ia simpan dengan senyum di wajahnya. Ia tak dapat lagi menimang anak kecilnya yang dulu selalu berada di pelukannya. Sekali-kali ia memang masih bisa bercerita dengan anaknya, tapi tidak seperti biasanya. Karena sekarang anak lebih senang bersama temannya. Meski merasa ada yang hilang, tapi ibu tetap bahagia asalkan anaknya bahagia.
Semakin lama semakin jarang ia bercerita dengan anaknya. Hingga suatu ketika anak pergi merantau untuk melanjutkan sekolahnya. Jelas sekali terlihat kalau sang ibu tak mau berpisah dengan anaknya. Tapi semua demi kebaikan masa depan anaknya, maka ibu pun merelakan kepergiannya. Ibu mendoakan agar anaknya sukses dan segera menyelesaikan sekolahnya, karena rindu yang tak pernah bisa ia menahannya. Kesepian dan kesedihan sesekali menghampiri ibunya, air mata kadang tak dapat dibendungnya. Namun anak belum juga pulang mengunjunginya.
Dalam hati ibu tak rela melepaskan kepergian anaknya, karena selama ini ia besar di depan matanya. Hanya air mata yang menetes setiap kali teringat anaknya, anak yang sangat disayanginya. Belum lagi suatu saat nanti anak akan pergi meninggalkannya, hidup bersama keluarga barunya. Orang yang tak pernah dikenalnya akan hidup bersama anaknya. Sejuta tanya muncul dibenaknya, apakah orang asing itu bisa melindunginya seperti ibu dulu? Apakah ia bisa menjaganya seperti ibu dulu? Apakah ia bisa memberikan makanan terbaik seperti ibu dulu? Apakah ia bisa mencintainya seperti ibu dulu? Apakah orang yang bersamanya adalah orang yang pantas untuknya? Apakah ia bisa membimbing dan mengarahkannya? Apakah, apakah, apakah??? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang ada dikepalanya. Namun begitu, ibu tetaplah seperti ibu yang dulu, yang selalu memikirkan kebahagiaan anaknya.
Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar