Kamis, 01 September 2016

Muhammad Hasnan

Part 4 – Ada Banyak Kerinduan Disana
Mereka menangkap ku, aku sempat memberikan perlawanan, menghindari tembak jitu yang berada di atas sana. Tapi usaha ku tak membuahkan hasil ketika sebuah timah panas menembus betis kaki kanan ku...
Aku mendengar samar-samar suara orang yang bercakap-cakap di luar sana. Perlahan aku membuka mata dan merasakan sakit diseluruh tubuhku. Aku berada di sebuah ruangan, tetapi bukan gudang yang aku datangi tadi siang. Kaki, tangan dan kepala ku  diperban, tangan kiri ku di infus. Aku menarik nafas dan berusaha mengembalikan semua kesadaran ku. Tidak ada orang di ruangan itu. Aku bangkit dari tempat tidur, melepas infus dan membuka perban di kepala. Berjalan agak pincang ke arah pintu. Ada tiga orang yang bercakap-cakap di sebelah kanan pintu, dan seorang cleaning service sedang menyapu di sebelah kiri pintu, lalu beberapa orang berlalu lalang. Aku berbalik menuju ke arah telepon dan mulai melakukan panggilan untuk memesan makanan. Tak berapa lama kemudian datang makanan yang aku pesan tadi. Aku menyuruh petugas yang mengantarnya untuk menghabiskan makanan itu, dengan syarat kami bertukar pakaian. Dia menyetujuinya setelah aku memberikan sedikit penjelasan. Aku keluar dari ruangan itu membawa piring tempat makanan dengan pakaian perawat rumah sakit, menuju dapur dan keluar dari pintu belakang. Aku menuju ke salah satu mobil ambulance yang terparkir disana, masuk dan mulai mengendarainya.
Aku berhenti di pinggir jalan, di depan sebuah toko yang berjarak 50 meter dari sebuah masjid. Aku harus ganti baju, baru kemudian menenangkan diri di masjid itu. Aku telah berkendara selama 15 menit. Ada sesuatu yang merasuk di kepala ku selama perjalanan tadi, bahkan sejak aku tersadar tadi. Aku ingin menyendiri dulu di masjid ini, berfikir dan merenung. Meski sholat ashar berjamaah telah dilaksanakan satu jam yang lalu, tapi masjid ini tetap ramai, ada yang duduk melingkar, berdzikir, mengaji dan berdoa. Aku sholat di shaf terdepan dipinggir sebelah kiri masjid. Aku sholat se-khusyu’ mungkin, berdoa didalam sujud ku yang panjang. Hingga tanpa terasa air mata ku mengalir dalam sujud ku.
Aku telah melupakan kejadian di gudang tadi siang, ini bukan soal itu, meskipun kegagalan hari ini adalah kegagalan pertama ku, ini sesuatu yang beda. Sesuatu yang belum pernah ku rasakan sebelumnya, yang merasuk begitu dalam di hati ku. Mengalir dalam darah ku, hingga aku tak mampu menahan air mata, aku terisak hingga akhir sholat. Hati ku sesak mengingatnya, ingin rasanya aku berteriak sekencang mungkin, mengadu kepada Yang Mahakuasa, betapa hatiku kini sedang dilanda kerinduan. Aku merindukan kedua orang tua ku.
Sejak aku tersadar tadi, aku begitu berharap mereka ada disamping ku, aku ingin memeluk mereka, bercerita dan menghabiskan banyak waktu bersama mereka. Entah mengapa perasaan ini begitu tiba-tiba. Berulang-ulang ku sebut mereka di dalam doa, ku ceritakan pada-Nya betapa aku mencintai mereka, betapa aku merindukan mereka, betapa aku ingin bersama mereka lebih lama lagi. Mungkin karena selama ini aku telah lama jauh dari mereka, aku sibuk dengan pekerjaan, sibuk dengan ini itu, jarang menghubungi mereka, apalagi mengunjunginya. Tapi doa mereka selalu mengalir untuk ku, untuk keselamatan ku. Bahkan aku merasa kekuatan doa mereka yang menyelamatkan ku dari kematian hari ini, kekuatan doa mereka yang membuat ku masih bisa berdiri tegak hari ini. Maka kejadian hari ini adalah peringatan bagi ku, betapa pun hebatnya aku disini, aku tetaplah seorang anak laki-laki yang harus berbakti kepada kedua orang tuaku. Betapa pun sibuknya aku disini, aku harus bisa mengunjungi mereka, sebab kepulangan ku adalah kebahagiaan bagi mereka, sedangkan kepergian ku adalah kekhawatiran dan kesedihan bagi mereka. Bagaimana kalau mereka tau apa yang aku alami hari ini, pasti mereka tidak akan berhenti menangis memikirkan ku. Mereka tidak akan percaya begitu saja ketika aku mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Karena  cinta mereka begitu dalam padaku, tidak ada tandingannya. Seumur hidup aku tidak akan mampu membalas kasih sayang mereka. Maka doa yang selalu terucap dari mulut ku hanyalah untuk mereka, cinta dan malaikat penolong ku di dunia ini.
Ada banyak kerinduan disana, di dalam hati yang begitu tulus mencintai, di dalam rasa yang begitu tulus memahami.
Ada banyak kerinduan disana, di dalam doa yang ku kirimkan pada Sang Pemilik langit, di dalam aliran air mata yang disaksikan Sang Pemilik bumi.
Aku tak menghiraukan lagi keadaan sekeliling ku, setelah merasa puas berdoa, aku mengambil kitab suci yang ada di depan ku, membuka lalu membacanya kalimat demi kalimat, halaman demi halaman. Aku berharap ini dapat sedikit mengobati kerinduan ku. Karena bagai mana pun, aku tidak ingin kecintaan ku pada kedua orang tua ku mengalahkan kecintaan ku pada Sang Pencipta. Maka satu-satunya cara untuk mengobati kerinduan ini adalah aku harus melakukan hal-hal yang membuat ku semakin dekat dengan-Nya.
Aku menyendiri di masjid ini hingga bakda isya, sampai aku merasa lebih tenang dan lebih siap untuk kembali ke dunia. Sekitar pukul 20.00 aku keluar dari masjid, duduk di kursi yang ada di teras masjid sambil mengenakan sepatu. Kemudian aku berjalan keluar menuju gerbang masjid, namun seketika langkah ku terhenti ketika seseorang memanggil nama ku. Akupun menoleh ke kiri mencari sumber suara yang memanggil ku.

Bersambuungg....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar