Selasa, 23 Agustus 2016

Muhammad Hasnan

Part 3 – Sebuah Kegagalan
Pintu gudang terbuka perlahan, mereka telah mempersilahkan ku untuk masuk. Aku keluar dari mobil dengan sebuah koper di tangan kiri. Berjalan perlahan menuju kedalam gedung. Harimau telah menunggu ku di sana...
          “Hahaha. Apa kabar bos?” Seseorang menyambut dengan mengulurkan tangan ke arah ku. Disana hanya berdiri 8 orang, aku berusaha tetap tenang.
          “Alhamdulillah, setelah melihat kalian disini aku bertambah sehat.” Jawabku tersenyum.
          “Hahaha. Senang bisa melihat Anda, mari minum dulu.”
          “Terimakasih, tapi aku sedikit terburu-buru. Ini ku bawakan sesuai dengan pesanan kalian” Lawan bicara ku yang tadinya ingin menuju ke meja terhenti langkahnya mendengar ucapan ku.
          “Mengapa terburu-buru, kita bahkan belum berkenalan. Ayolah bos, santai saja.”
    “Aku rasa kita tidak perlu berkenalan, toh sebentar lagi kalian akan segera meninggalkan negara ini”
          “Bagaimana kalau malah sebaliknya, kau yang meninggal?” katanya sambil tertawa. “Kau hanya sendirian disini, sedangkan jumlah kami lebih banyak”. Semua orang yang ada disana tertawa mendengar ucapan orang tadi.
          “Percayalah, aku telah banyak mendengar gertakan seperti ini. Dan aku yakin kalian tidak mau mendengar bagaimana akhirnya. Jadi, mari segera kita akhiri pertemuan ini.” Aku menjawab tenang.
          “Sejujurnya, aku hanya ingin tau bagaimana kalian bisa menemukan perusahaan-perusahaan seperti kami. Tapi bagaimana kalau seandainya kalian terlalu pintar sehingga tidak tau kalau perusahaan ini baru berjalan 5 bulan, dan sengaja dibentuk untuk menjebak dan membunuh mu.” Mereka tertawa lagi. Dan aku mendengar suara pintu gudang ditutup. “Kalau kau mau bekerjasama dengan kami,  sesuatu yang luar biasa akan terjadi” Dia melanjutkan, kali ini tidak dengan tawa.
          Aku tersentak mendengar ucapannya, mengapa bisa kami seceroboh ini. perusahaan yang aku datangi ini hanya jebakan, ini hanyalah sebuah gudang yang baru selesai dibangun. Aku melihat sekeliling dan ternyata gudang ini kosong, hanya ada beberapa kursi dan meja yang sudah lapuk. Tak mungkin mereka langsung mengosongkan gudang setelah bernegosiasi dengan kami.
“Sebelum aku memutuskan memilih pekerjaan ini, aku telah siap untuk segala resikonya, meskipun kematian. Jadi tidak mungkin aku akan mengkhianati Republik ini. Dan kalau pun aku mati disini, mereka tinggal mencari pengganti ku, melanjutakan misi kami. Kematian ku tidak akan membuat semuanya berakhir bray.” Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut ku.
          “Aku menyesal mendengar ucapan mu.” Orang itu memberi isyarat kepada anggotanya untuk menyerangku.
          “Aku harap kalian tidak menyesal melakukan ini pada ku”. Aku mengakhiri ucapan ku dengan memukulkan koper di tangan kiri ke wajah salah seorang dari mereka yang menyerangku, kemudian aku mengelakkan wajah ku ke kiri dan memukulkan koper ke wajah anggota lainnya yang juga menyerang dari depan. Tangan kanan ku menyambut pukulan dari anggota mereka yang lain dan aku memutar badan diiringi tendangan kaki kiri ke perut anggota mereka lagi.
          Tujuh anggota mereka yang ada disana telah aku lumpuhkan, kecuali seseorang yang sejak awal mengajak ku bicara, dialah sang bos. Aku masih bersiaga kalau-kalau datang serangan secara tiba-tiba dari anggota mereka yang masih bersembunyi dan jumlahnya juga tidak sedikit. Baru saja aku akan melangkah mendekatinya, aku merasakan ada sesuatu di kepala ku. Yaa, sebuah sinar laser dari penembak jitu di atas gudang telah menempatkan bidikannya tepat di keningku.
          “Katakan apa yang kalian inginkan. Kalau kalian ingin aku mati, silahkan bunuh aku.” Sudah hampir dua jam aku berada di sini. Sejujurnya aku mulai bosan dan ingin segera menyelesaikan transaksi ini.
          “Seperti yang kau katakan, kematian mu taka ada artinya, jadi kami inginkan kau hidup-hidup.”
          “Mereka tidak akan membayar mahal hanya untuk menebus prajurit seperti ku. Justru kalian lah yang akan membayar mahal untuk ini.”  Kali ini aku telah duduk di sebuah kursi dengan tangan dan kaki terikat. Mereka menangkap ku, aku sempat memberikan perlawanan, menghindari tembak jitu yang berada di atas sana. Tapi usaha ku tak membuahkan hasil ketika sebuah timah panas menembus betis kaki kanan ku.
“Aku hanya ingin menyaksikan salah satu dari kalian mati mengenaskan secara perlahan di kandang lawan. Menyerah tanpa perlawanan. Negosiator andalan telah mati. Hahaha” Mereka tertawa seakan telah memenangkan pertarungan.
          “Sebelum aku benar-benar mati, aku ada satu permintaan. Boleh kalian tolong ambilkan buku yang ada di saku jaket ku?”
          “Permintaan terakhir? Tentu saja boleh kapten. Hahaha” Mereka tertawa lagi. Kalau saja aku tidak terikat di kursi ini, atau salah satu kaki ku tidak tertembak, aku akan menghajar mereka semua habis-habisan. Tak perduli jika aku harus mati sekalipun. Tapi kini aku hanya bisa mengutuk dalam hati, berusaha tetap tenang meski tubuh ku gemetar menahan amarah. Dia mengambil sendiri buku yang ada di saku jaket ku. “Apa kau mau aku bacakan sebuah dongeng sebelum kematian?” Dia melanjutkan lagi. Kali ini hampir tak bisa membuat ku menahan diri untuk benar-benar menghajarnya.
          “Iya, anggap sajalah begitu. Sekarang buka kan aku Bab ke tiga puluh, tentang Zalzalah nomor 7 dan 8, tepatnya halaman 599.” Dia membolak-balik buku itu dan membaca apa yang aku perintahkan, tetapi dia membacanya dalam hati.

          “Kau tahu, buku ini hanya sebuah dongeng yang akan mengantarkan mu pada kematian. Tulisan seperti ini tidak akan membuat ku mengurungkan niat untuk membunuh mu.” Nada suaranya meninggi ketika mengucapkan kalimat itu. Tapi yang membuat ku benar-benar tak bisa menahan diri adalah ketika dia menghempaskan buku itu ke lantai. Aku berteriak dan bangkit dengan keadaan tangan dan kaki masih terikat kursi. Melompat ke depan dan memutar badan dengan kekuatan penuh sehingga kursi yang mengikat di tubuh ku mengenai bos pemberontak yang berdiri tepat di hadapan ku. Dia terpental ke lantai. Aku melakukan hal yang sama kepada siapa saja yang ada di ruangan itu, persis seperti singa yang mengamuk ketika ketenangannya di usik. Aku sadar gerakan ku terbatas, sehingga tak selang berapa lama aku telah terbaring di lantai, dihujani pukulan dan tendangan. Kemudian semuanya gelap.

Bersambung... :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar