Part 2 –
Divisi Strategi dan Perencanaan Pertahanan
Buku itu kini memang
tengah menjadi trending topik dikalangan pemerintah. Sejak pemilihan presiden
dadakan tahun 2017 lalu, buku itu seakan mulai diangkat ke tengah pemerintahan...
Waktu menunjukkan pukul 13.00 WIB, aku
masuk ke ruang pribadi sekaligus kantor tempat kerja. Letaknya di kamar tidur,
aku menekan tombol diantara bebukuan di atas rak, dan memasukkan beberapa digit
angka sebagai password. Rak buku bergeser ke kiri dan ke kanan hingga tampaklah
sebuah pintu rahasia, aku meletakkan telapak tangan di tempat pemindai dan
pintu pun terbuka. Aku masuk dan pintu secara otomatis tertutup. Kantor ku
memang terletak di ruang bawah tanah rumah ku. Aku lebih suka berada menyendiri
daripada bergabung bersama rekan-rekan lain di kantor, toh substansi kerjanya
tetap sama, bekerja untuk Negara.
Aku bekerja di sebuah Datasemen Khusus
bentukan pemerintah yang bertugas menjaga dan mempertahankan kedaulatan Negara
dari pemberontak dalam negeri. Sebuah badan intelijen rahasia yang setiap hari berurusan dengan pemberontak. Tak ada
yang tau pekerjaan ku, kecuali rekan-rekan sekantor dan sesama anggota
Datasemen, karena ini memang Datasemen rahasia. Aku ketua divisi Strategi dan
Perencanaan Pertahanan. Sesuai dengan nama divisinya, tugas kami hanyalah
mencari dan menemukan pemberontak yang mendirikan perusahaan-perusahaan gelap,
yang dari luar tampak seperti perusahaan biasa, tapi dibalik itu mereka
menyelundupkan barang-barang haram seperti narkoba, kokain dan senjata illegal.
Setelah itu, kami melakukan negosiasi untuk menutup perusahaan itu secara
baik-baik. Kalau pihak perusahaan menolak, maka kami terpaksa memberikan tugas
selanjutnya kepada divisi garis depan pertahanan untuk menutup paksa perusahaan
itu.
Ini adalah tahun ketiga aku bekerja
untuk pemerintahan, dan tahun kedua aku menjabat sebagai ketua divisi. Kami
selalu merencanakan pertahanan dengan matang, mencari dan menemukan perusahaan
pemberontak. Aku selalu menanamkan bahwa gagal merencanakan sama artinya dengan
merencanakan kegagalan. Tapi ketika negosiasi aku mengatakan bahwa untuk urusan
dunia semua bisa diatur, tapi untuk urusan akhirat semua ada aturannya. Sejauh
ini, pekerjaan kami terselesaikan dengan sangat baik. Meski aku tak pernah
terjun kelapangan, kecuali untuk memberikan “ongkos pulang kampung” secara cash
kepada pemilik perusahaan yang mau menutup kantornya dengan cara baik-baik.
Ongkos cash, itu perjanjiannya. Itulah yang kami rencanakan, negosiasi yang
terukur dan strategi menemukan perusahaan gelap. Walaupun beberapa perusahaan
menolak dengan keras negosiasi kami ketika divisi ini baru terbentuk beberapa
tahun silam.
Aku duduk di depan layar monitor dan
mulai membaca email yang masuk, beberapa laporan dari anggota dan beberapa lagi
pemberitahuan dari pusat.
“Selamat siang pak!” Salah satu anggota
menghubungi ku melalui Video Call, aku menampilkan panggilannya di monitor
sebelah kanan.
“Ya, ada apa?”
“Seperti biasa pak, lusa ada negosiasi dengan
perusahaan furniture berskala lokal di jalan Garuda. Tapi investasi narkoba
mereka telah sampai ke Jerman dan Amerika” Ia menjelaskan singkat.
“Baiklah, boy. Email-kan alamat lengkapnya
dan berapa yang harus kita sedekahkan” Aku menjawab singkat.
“Siap pak! Tapi sepertinya mereka telah
merencanakan dengan matang untuk negosiasi ini. Saya merasa ini tak kan sama
dengan sebelum-sebelumnya”
“Good job Ndra, seperti cara lama saja. Saya
yakin ini tak kan sulit, jadi jangan khawatir.”
“Baiklah pak, segera saya kirimkan alamatnya”
“Oke Ndra, Terimakasih”
“Sama-sama Pak” Hendra menutup panggilannya.
Aku diam sejenak menatap layar monitor dengan
tatapan kosong. Mencerna kata-kata Hendra “saya merasa ini tak kan sama dengan
sebelum-sebelumnya”. Sepintas memang rasa takut selalu merasuki hati ku, itu
manusiawi. Tapi tanggung jawab yang diberikan kepada ku masih bisa menutupi
ketakutan-ketakutan yang tak berarti itu. Semoga.
Hari ini, dua hari setelah Hendra mengirimkan
alamat perusahaan yang telah bernegosiasi dengan kami. Aku berangkat dengan
mobil hitam metallic milik kantor karena memang aku tadi kesana untuk mengambil
uang pembayarannya. Pukul 16.00, bakda ashar aku langsung meluncur menuju
tempat transaksi, dan mereka pasti telah menunggu kedatangan ku disana. Aku tak
membawa senjata apa pun, hanya membawa sebuah buku keramat yang selalu
tersimpan di saku jaket ku. Juga tidak ada yang mengikuti ku, aku pergi tanpa
pengawalan.
Kurang dari 30 menit, aku sampai di depan
sebuah gudang, lebih tepatnya sebuah perusahaan yang telah ditutup. Aku memarkirkan
mobil di depan pintu masuk. Sunyi, mereka pasti menunggu di dalam, pikirku. Ini
memang tidak sama seperti sebelum-sebelumnya, biasanya ada yang menyambutku
dari luar, ntah itu dengan pukulan atau hantaman senjata tajam. Tapi ini
suasananya berbeda, tidak ada tanda-tanda kehidupan disini. Aku terdiam sesaat,
lalu mengeluarkan alat pendeteksi panas di laci mobil. Kuaktifkan alat itu
dengan sensor suara, dan dilayar monitor terlihat lebih dari 20 titik berwarna
merah yang tersebar di seluruh sisi dalam gedung. Benar kata Hendra, mereka
telah siap menyambut kedatangan ku.
Pintu gudang terbuka perlahan, mereka telah
mempersilahkan ku untuk masuk. Aku keluar dari mobil dengan sebuah koper di
tangan kiri. Berjalan perlahan menuju kedalam gedung. Harimau telah menunggu ku
di dalam.
Bersambung... :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar