Senin, 08 Agustus 2016

Muhammad Hasnan

Part 2 – Divisi Strategi dan Perencanaan Pertahanan
Buku itu kini memang tengah menjadi trending topik dikalangan pemerintah. Sejak pemilihan presiden dadakan tahun 2017 lalu, buku itu seakan mulai diangkat ke tengah pemerintahan...
          Waktu menunjukkan pukul 13.00 WIB, aku masuk ke ruang pribadi sekaligus kantor tempat kerja. Letaknya di kamar tidur, aku menekan tombol diantara bebukuan di atas rak, dan memasukkan beberapa digit angka sebagai password. Rak buku bergeser ke kiri dan ke kanan hingga tampaklah sebuah pintu rahasia, aku meletakkan telapak tangan di tempat pemindai dan pintu pun terbuka. Aku masuk dan pintu secara otomatis tertutup. Kantor ku memang terletak di ruang bawah tanah rumah ku. Aku lebih suka berada menyendiri daripada bergabung bersama rekan-rekan lain di kantor, toh substansi kerjanya tetap sama, bekerja untuk Negara.
          Aku bekerja di sebuah Datasemen Khusus bentukan pemerintah yang bertugas menjaga dan mempertahankan kedaulatan Negara dari pemberontak dalam negeri. Sebuah badan intelijen rahasia yang setiap  hari berurusan dengan pemberontak. Tak ada yang tau pekerjaan ku, kecuali rekan-rekan sekantor dan sesama anggota Datasemen, karena ini memang Datasemen rahasia. Aku ketua divisi Strategi dan Perencanaan Pertahanan. Sesuai dengan nama divisinya, tugas kami hanyalah mencari dan menemukan pemberontak yang mendirikan perusahaan-perusahaan gelap, yang dari luar tampak seperti perusahaan biasa, tapi dibalik itu mereka menyelundupkan barang-barang haram seperti narkoba, kokain dan senjata illegal. Setelah itu, kami melakukan negosiasi untuk menutup perusahaan itu secara baik-baik. Kalau pihak perusahaan menolak, maka kami terpaksa memberikan tugas selanjutnya kepada divisi garis depan pertahanan untuk menutup paksa perusahaan itu.
          Ini adalah tahun ketiga aku bekerja untuk pemerintahan, dan tahun kedua aku menjabat sebagai ketua divisi. Kami selalu merencanakan pertahanan dengan matang, mencari dan menemukan perusahaan pemberontak. Aku selalu menanamkan bahwa gagal merencanakan sama artinya dengan merencanakan kegagalan. Tapi ketika negosiasi aku mengatakan bahwa untuk urusan dunia semua bisa diatur, tapi untuk urusan akhirat semua ada aturannya. Sejauh ini, pekerjaan kami terselesaikan dengan sangat baik. Meski aku tak pernah terjun kelapangan, kecuali untuk memberikan “ongkos pulang kampung” secara cash kepada pemilik perusahaan yang mau menutup kantornya dengan cara baik-baik. Ongkos cash, itu perjanjiannya. Itulah yang kami rencanakan, negosiasi yang terukur dan strategi menemukan perusahaan gelap. Walaupun beberapa perusahaan menolak dengan keras negosiasi kami ketika divisi ini baru terbentuk beberapa tahun silam.
          Aku duduk di depan layar monitor dan mulai membaca email yang masuk, beberapa laporan dari anggota dan beberapa lagi pemberitahuan dari pusat.
“Selamat siang pak!” Salah satu anggota menghubungi ku melalui Video Call, aku menampilkan panggilannya di monitor sebelah kanan.
“Ya, ada apa?”
“Seperti biasa pak, lusa ada negosiasi dengan perusahaan furniture berskala lokal di jalan Garuda. Tapi investasi narkoba mereka telah sampai ke Jerman dan Amerika” Ia menjelaskan singkat.
“Baiklah, boy. Email-kan alamat lengkapnya dan berapa yang harus kita sedekahkan” Aku menjawab singkat.
“Siap pak! Tapi sepertinya mereka telah merencanakan dengan matang untuk negosiasi ini. Saya merasa ini tak kan sama dengan sebelum-sebelumnya”
“Good job Ndra, seperti cara lama saja. Saya yakin ini tak kan sulit, jadi jangan khawatir.”
“Baiklah pak, segera saya kirimkan alamatnya”
“Oke Ndra, Terimakasih”
“Sama-sama Pak” Hendra menutup panggilannya.
Aku diam sejenak menatap layar monitor dengan tatapan kosong. Mencerna kata-kata Hendra “saya merasa ini tak kan sama dengan sebelum-sebelumnya”. Sepintas memang rasa takut selalu merasuki hati ku, itu manusiawi. Tapi tanggung jawab yang diberikan kepada ku masih bisa menutupi ketakutan-ketakutan yang tak berarti itu. Semoga.
Hari ini, dua hari setelah Hendra mengirimkan alamat perusahaan yang telah bernegosiasi dengan kami. Aku berangkat dengan mobil hitam metallic milik kantor karena memang aku tadi kesana untuk mengambil uang pembayarannya. Pukul 16.00, bakda ashar aku langsung meluncur menuju tempat transaksi, dan mereka pasti telah menunggu kedatangan ku disana. Aku tak membawa senjata apa pun, hanya membawa sebuah buku keramat yang selalu tersimpan di saku jaket ku. Juga tidak ada yang mengikuti ku, aku pergi tanpa pengawalan.
Kurang dari 30 menit, aku sampai di depan sebuah gudang, lebih tepatnya sebuah perusahaan yang telah ditutup. Aku memarkirkan mobil di depan pintu masuk. Sunyi, mereka pasti menunggu di dalam, pikirku. Ini memang tidak sama seperti sebelum-sebelumnya, biasanya ada yang menyambutku dari luar, ntah itu dengan pukulan atau hantaman senjata tajam. Tapi ini suasananya berbeda, tidak ada tanda-tanda kehidupan disini. Aku terdiam sesaat, lalu mengeluarkan alat pendeteksi panas di laci mobil. Kuaktifkan alat itu dengan sensor suara, dan dilayar monitor terlihat lebih dari 20 titik berwarna merah yang tersebar di seluruh sisi dalam gedung. Benar kata Hendra, mereka telah siap menyambut kedatangan ku.

Pintu gudang terbuka perlahan, mereka telah mempersilahkan ku untuk masuk. Aku keluar dari mobil dengan sebuah koper di tangan kiri. Berjalan perlahan menuju kedalam gedung. Harimau telah menunggu ku di dalam.

Bersambung... :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar