Part 1 –
Kitab Suci
Dering suara alarm di ponsel membangunkan ku.
Sama seperti biasanya, karena aku memang sengaja menyetelnya di ponsel ku tepat
pukul 03.30. Aku meraih ponsel yang berada di samping telingaku dan
mematikannya. Aku ingin lanjut tidur lagi, pikirku. Tapi tak lama kemudian
adzan shubuh berkumandang dari mesjid yang tidak jauh dari tempat tinggal ku,
aku bahkan baru saja terpejam rasanya. Aku bangkit dari tempat tidur dan menuju
kamar mandi untuk berwudhu. Tak berapa lama kemudian aku meluncur ke mesjid
bersama motor kesayangan ku.
Shubuh pertama di tahun 2025. Aku duduk di
shaf nomor dua di samping jendela mesjid sebelah kanan. Mendengarkan ceramah
shubuh yang memang selalu ada di masjid ini. Aku duduk bersama jamaah lain yang
jumlahnya hampir 3 shaf. Kalau dihitung mungkin jumlah kami sekitar seratus
orang. Masjid ini memang selalu ramai, sama seperti mesjid-mesjid lainnya
disini. Hanya malam tadi karena sebagian jamaah masjid yang ikut mabit tidur di
masjid tempat acara mabitnya, jadi jamaahnya berkurang. Sedangkan aku pulang
karena memang tidak ingin menginap di
masjid kali ini. biasanya kami sama-sama menginap di masjid kalau ada mabit.
Pagi ini aku tidak ada agenda, jadi aku bisa
santai di rumah menikmati acara televisi. Aku duduk di ruang tamu ditemani
segelas susu coklat dan kue kering. Aku baru saja memakan sepotong kue ketika
ada yang menelpon ku.
“Hallo
Bob?”, aku menjawab panggilan telepon.
“Hallo,
kau lagi dimana hasnan?” Bobi balas bertanya dengan logat bataknya yang kental.
“Aku
di rumah, ada apa.?”
“Aku
kesana ya, mau pinjam buku kau yang kemaren untuk referensi Tesis ku.”
“Oke
bob, aku tunggu di rumah ya.”
Bobi
mengakhiri pembicaraan dan berkata akan langsung menuju ke rumah ku. Sebenarnya
dia sudah lama tertarik dengan “buku” itu. Aku tau karena dia sering
mendengarkan ketika aku membacanya setiap selesai shalat, kadang sesekali dia
juga ikut membacanya. Tapi dia tetap tak mau membeli setiap kali aku
menyuruhnya.
“Hasnan!” Bobi berteriak memanggil
nama ku di depan pintu. Padahal aku duduk di ruang tamu yang berada di balik
pintu itu.
“Masuk
Bob, tidak dikunci” aku menyahut dari dalam.
“Apa
yang kau buat di rumah ini hasnan? Macam bapak-bapak kau ku tengok” Tanyanya bergurau
ketika sudah masuk dan akan duduk di kursi bersama ku.
“Hahaha.
Kamu yang mau buat apa hari libur begini boy?” Balas ku ikut bergurau.
“Hahaha.
Ini tahun baru Hasnan, kita harus berubah. Zaman semakin modern, siapa terlambat
dia akan ketinggalan kereta. Kau sudah mulai duluan, sekarang giliran ku.”
“Akhirnya
Bob, kamu dapat hidayah juga.”
“Bukan
itu Hasnan. Ini tentang Tesis.”
“Hahaha.
Oh, hidayah untuk mulai mengerjakan Tesis.” Aku tertawa mendengar jawaban Bobi
yang tampak tidak terima saat ku bilang dia dapat hidayah. “Memangnya judul
kamu apa sampai meminjam “buku” kesayangan ku?” aku melanjutkan.
“Ah
kau ini Hasnan. Aku mau membahas tentang hukuman yang sesuai untuk setiap
tindak kejahatan yang betul-betul membuat jera pelakunya. Aku ingat pernah
membaca tentang hukuman bagi pembunuh yang harus dibayar dengan nyawa juga dalam
buku kau itu.” Bobi menjelaskan. Dia memang mahasiswa S2 Fakultas Hukum. Meskipun
dulu selalu melanggar hukum, tapi sering berhubungan dengan dunia hukum
sepertinya membuat Bobi tertarik untuk mendalami Ilmu hukum. Apalagi beberapa
tahun terakhir hukum di Negara ini sudah menampakkan ketegasannya. Aparat seperti
tersadar bahwa satu-satunya cara untuk menumpas kejahatan adalah dengan menegakkan
hukum yang benar-benar memberikan efek jera bagi pelakunya dan mencegah orang
lain untuk melakukan tidak kejahatan serupa. Dan tentu saja, satu-satunya kitab
hukum yang membahas sanksi tegas hanya “buku pusaka” seperti milikku itu.
Buku itu kini memang tengah menjadi trending
topik dikalangan pemerintah. Sejak pemilihan presiden dadakan tahun 2017 lalu,
buku itu seakan mulai diangkat ke tengah pemerintahan. Presiden yang baru
menjabat sekitar 3 tahun terpaksa harus merelakan jabatannya setelah DPR
menyatakan mosi tidak percaya terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Penyebabnya
banyak, kalau tidak salah ada 3 halaman kertas HVS alasan-alasan DPR menyatakan
mosi itu. Akhirnya, diputuskan bahwa pemilihan presiden dilakukan tahun 2017.
Waktu itu ada 3 pasangan calon presiden dan
wakil presiden. Semua pasangan calon mengumbar janji untuk mensejahterakan
rakyat dan memberantas segala bentuk tindak kejahatan. Tapi ada yang berbeda
dari ketiga pasangan calon itu, calon nomor urut satu dengan yakin mengatakan
bahwa cara terbaik untuk mengatasi segala permasalahan yang ada di Negara ini
adalah dengan menyerahkan semuanya pada Tuhan. Mereka juga mengatakan “Manusia
diciptakan di dunia ini untuk beribadah kepada Tuhan. Jadi kalau ingin segala
masalah kita bisa terselesaikan maka kita harus menyerahkan semuanya pada Tuhan
dan tidak berhenti beribadah kepada-Nya. Karena masalah sebenarnya itu ada pada
diri kita, kita jauh dari Tuhan, maka Tuhan timpakan berbagai masalah sebagai
peringatan bagi kita. Namun kita pasrah bukan berarti tidak berbuat apa-apa.
Tuhan telah memberikan banyak petunjuknya kepada kita, jadi kita harus
menjadikannya pedoman dalam hidup kita, termasuk dalam bernegara.”
Tampaknya keberanian pasangan calon presiden
nomor urut 1 itu memikat hati banyak masyarakat di Negara ini. Karena
sebelumnya tidak pernah ada calon presiden atau kepala daerah sekalipun yang
berani berkata demikian. Alhasil mereka menang telak pada saat pemilihan. Sesuai
janjinya, mereka merombak tatanan pemerintahan dan menempatkan orang-orang yang
berkompeten dibidangnya, terutama yang dekat dengan Tuhan.
Satu tahun pertama masa pemerintahan, mereka sudah
berusaha keras untuk membuktikan janjinya. Sudah bisa di tebak, hasilnya belum
maksimal, bahkan banyak kritikan dan suara-suara sumbang yang menyatakan mereka
tidak pantas menjadi pemimpin. Itu hal biasa, dan mereka sudah siap akan hal
itu. Memasuki tahun kedua, hasilnya sudah mulai terlihat. Tindak kejahatan
berkurang drastis. Korupsi, pembunuhan, pemerkosaan, pencurian dan kejahatan
sejenis termasuk didalamnya narkoba dan kawan-kawannya di berantas dengan
serius. Selain dipenjarakan, banyak penjahat yang terbukti bersalah dieksekusi
mati tanpa ampun. Dan itu benar-benar memberikan efek jera dan pencegahan yang
sangat baik.
Angka kemiskinan juga turun drastis, pejabat-pejabat
tinggi seolah berlomba untuk menyantuni orang miskin. Mereka tidak segan-segan
datang ke tempat kumuh untuk memberikan sendiri bantuannya. Tidak kalah juga yang
melalui lembaga-lembaga penyalur bantuan kepada fakir miskin. Anak-anak tidak
ada yang putus sekolah karena masalah biaya. Wajib belajar 12 tahun dan
semuanya gratis.
Sejak saat itulah, seluruh kalangan
pemerintahan menggunakan “buku pusaka” yang sudah berusia ribuan tahun ini
sebagai pedoman. Seluruh lapisan masyarakat juga mulai membaca dan
mempelajarinya. Mulai dari pakar kesehatan, ekonomi, keuangan sampai
pendidikan.
“Jadi,
bisa aku pinjam buku Kau itu kan Hasnan?” Bobi melanjutkan perkataanya dengan
pertanyaan.
“Tentu
saja bisa Bob. Sebentar aku ambil dulu bukunya ya. Kamu minum lah dulu.” Aku ke
kamar mengambil buku yang dimaksud Bobi.
“Apa
yang mau aku minum Hasnan? Susu kau ini yang aku mau minum?” Bobi bertanya
dengan gaya bercandanya yang khas. Aku tertawa di dalam kamar. Aku memang tak
membuatkannya minum, karena dia bisa mengambil sendiri minumnya, atau membuat
sendiri apa yang mau diminumnya. Kami sudah berteman hampir setahun, dia juga
sering datang ke rumah ku, bahkan menginap.
“Ini
bukunya Bob. Mudah-mudahan kamu benar-benar dapat hidayah kalau sering-sering
membacanya.” Aku menyerahkan sebuah buku kepada Bobi sambil tersenyum.
“Terima
kasih ya Hasnan ganteng. Aku langsung pulanglah, stress aku nanti lama-lama
disini, tak jadi pulak aku buat Tesis ku.” Bobi memasukkan buku yang di
pinjamnya dari ku ke dalam tasnya. Dan beranjak pulang. “Assalamu’alaikum Ustadz.”
Ucapnya berpamitan sambil tertawa.
“Wa’alaikumsalam
Warahmatullahi Wabarakatuh.” Jawabku sambil menutup pintu sesaat setelah Bobi
pergi.
Bersambung…
Nantikan
Part 2 yaa… J