Suara klakson kendaraan bersahutan di perempatan
lampu merah yang jelas-jelas lampunya masih merah. Aku menarik gas sepeda motor
dan melaju perlahan ketika terrafic light
benar-benar berwarna hijau. Aku tersenyum, antara lucu dan kesal. “Ada ya
manusia kayak begitu”, pikirku. Manusia kadang memang egois, hanya memikirkan
kepentingan sendiri, sehingga menghalalkan segala cara dan tak menghiraukan
sekitar. Itu baru di lampu merah, lho.
Perjalanan ku sore itu begitu
dramatis. Sebelumnya ketika aku di kampus, ada seseorang teman yang tiba-tiba
minta tolong diantar pulang ke kosnya. Dia beralasan lupa mematikan mesin air
waktu mengisi bak mandi tadi. Namun setelah kami keluar meninggalkan kampus,
dia malah mengajak ku singgah di sebuah warung makan padang khas mahasiswa dan
menceritakan hal sebenarnya yang terjadi. Ternyata dia lari dari pacarnya yang
ngotot tidak mau putus, tapi juga tidak mau diajak menikah. Dia telah berusaha
menjelaskan semuanya, “Ini demi kebaikan kita” katanya. Tapi pacarnya ngotot
dan bilang “Kamu pasti punya cewek lain kan”.
Pokoknya dia cerita panjang, saya cuma senyum-senyum aja sambil menonton
televisi yang ada di warung itu.
“Ini zaman aneh” ucapnya saat tau
bahwa acara televisinya sedang jeda iklan. “Biasanya cewek yang ngajak nikah,
ini malah cewek nggak mau diajak nikah, diputusin juga nggak mau” sambungnya.
“Hahah” kali ini aku tertawa mendengar
ucapannya. “berarti dia cuma mau kamu jadi temennya aja itu Bro, baguslah
diputusin” jawabku seadanya, tapi kayaknya bener juga.
“Ntahlah. Kalau jodoh nggak kan
kemana, Boy”, ucapnya berusaha menenangkan diri. Aku diam dan kembali menyimak
acara televisi yang sudah mulai.
“Nah iya Bro. Itu kayak film kartun di
TV” aku baru menjawab ketika acara televisi itu selesai.
“Apa?” Tanyanya singkat, dia memang
tidak begitu menyimak film tadi. Mungkin karena kami hanya kebagian endingnya.
Meskipun begitu, dua segmen ending
film kartun yang aku tonton tadi telah dapat memberiku sebuah pernyataan “Kan
kamu bilang kalau jodoh nggak kemana. Itu Rapunzel akhirnya bertemu pangeran
digurun pasir, pun mata pangeran yang buta bisa melihat lagi cuma karna
menangis terharu. Hahah”.
“Iya, tapi nggak kayak di film juga.
Kamu kebanyakan nonton kartun, sih. Sanalah
nikah sama Rapunzel.” Nampaknya dia agak kesal.
“Hahah. Iya, aku nikah sama Rapunzel
besok, Rapunzel berjilbab panjang.” Ucapku asal. Lalu kami pun berlalu dari
warung makan itu.
Setelah mengantar teman ku ke kosnya,
aku pun kembali ke kampus. Disana aku kembali bertemu seseorang, kali ini adik.
Dia menyapa ku, aku balik menyapa dan bertanya “Ngapain disini?”
“Nunggu kakak, bg.” Jawabnya singkat.
“Lama lagi kakaknya datang?” aku
bertanya lagi.
“Itu
udah datang bg, kami pergi dulu ya.” Dia pun pergi menghampiri kakaknya
-yang juga merupakan teman ku-, dan mereka berlalu.
Mereka berdua itu berbeda. Tidak
seperti pacar temanku tadi, yang cengeng. Mereka ini kuat. Lihatlah dari
pakaiannya, mereka tetap berjilbab panjang disaat yang lain tak perduli.
Lihatlah kesungguhannya, mereka tetap sabar disaat yang lain menyerah dari
hijrah. Ini baru cewek! Coba aja semua cewek kayak gini, kan adem dunia. Itulah
tadi kenapa saat teman saya menyuruh saya menikah dengan Rapunzel lantas saya
jawab dengan Rapunzel berjilbab panjang. Bukan Rapunzelnya yang penting, tapii
jilbab panjangnya itu.
Rapunzel tanpa jilbab mungkin bisa membuat
pangeran yang buta matanya jadi bisa melihat, tapi Rapunzel berjilbab panjang
akan membuat laki-laki biasa menjadi seorang raja dan bersamanya sampai ke
syurga…
The End.
_D.
S. P