Senin, 05 September 2016

Fiqh Prioritas

oleh Dr. Yusuf Al Qardhawy


SEGALA puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya, hal-hal yang baik dapat terlaksana, yang memberikan petunjuk kepada kita semua. Kita tidak akan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus kalau Allah tidak memberikan petunjuk itu kepada kita. Salawat dan salam semoga terlimpahkan kepada junjungan, pimpinan, teladan, dan kekasih kita, Muhammad saw serta kepada seluruh keluarganya, sahabatnya, dan kepada orang-orang yang mengikutinya dengan baik hingga hari kiamat kelak.

Studi yang penulis sajikan di hadapan Anda sekarang ini merupakan sebuah topik yang kami anggap sangat penting, karena ia memberikan solusi terhadap tiadanya keseimbangan –dari sudut pandang agama— dalam memberikan penilaian terhadap perkara-perkara, pemikiran dan perbuatan; mendahulukan sebagian perkara atas sebagian yang lain; mana perkara yang perlu didahulukan, dan mana pula perkara yang perlu diakhirkan; perkara mana yang harus diletakkan dalam urutan pertama, dan perkara mana yang mesti ditempatkan pada urutan ke tujuh puluh pada anak tangga perintah Tuhan dan petunjuk Nabi saw. Persoalan ini begitu penting mengingat keseimbangan terhadap masalah-masalah yang perlu diprioritaskan oleh kaum Muslimin telah hilang dari mereka pada zaman kita sekarang ini.           

Sebelumnya, saya menyebut perkara ini dengan istilah "fiqh urutan pekerjaan"; namun sekarang ini dan sejak beberapa tahun yang lalu saya menemukan istilah yang lebih pas, yaitu "fiqh prioritas"; karena istilah yang disebut terakhir lebih mencakup, luas, dan lebih menunjukkan kepada konteksnya. Kajian ini sebetulnya dimaksudkan untuk menyoroti sejumlah prioritas yang terkandung di dalam ajaran agama, berikut dalil-dalilnya, agar dapat memainkan peranannya di dalam meluruskan pemikiran, membetulkan metodologinya, dan meletakkan landasan yang kuat bagi fiqh ini. Sehingga orang-orang yang memperjuangkan Islam dan membuat perbandingan mengenainya, dapat memperoleh petunjuk darinya; kemudian mau membedakan apa yang seharusnya didahulukan oleh agama dan apa pula yang seharusnya diakhirkan; apa yang dianggap berat dan apa pula yang dianggap ringan; dan apa yang dihormati oleh agama dan apa pula yang disepelekan olehnya. Dengan demikian, tidak akan ada lagi orang-orang yang melakukan tindakan di luar batas kewajaran, atau sebaliknya, sama sekali kurang memenuhi syarat. Pada akhirnya, fiqh ini mampu mendekatkan pelbagai pandangan antara orang-orang yang memperjuangkan Islam dengan penuh keikhlasan.   

Penulis tidak mengklaim bahwa tulisan ini merupakan kajian yang sempurna dan komprehensif. Ia hanya merupakan pembuka pintu dan jalan, yang akan dilalui oleh orang yang hendak memperdalam dan melakukan kajiannya dalam masalah ini secara mendasar. Dan bagi setiap orang yang berijtihad ada bagiannya yang tersendiri untuknya.       

Penulis ingin mengakhiri mukadimah ini dengan mengutip apa yang dikatakan oleh Nabi Allah Syu'aib a.s., sebagaimana yang tercantum di dalam al-Qur'an:
"... Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan)
perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak
ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah.
Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya
kepada-Nyalah aku kembali". (Huud: 88)          

Doha, Rabi, al-Akhir 1415 H./September 1994 M
al-Faqir ila-Llah
Yusuf Qardhawi
------------------------------------------------------
FIQH PRIORITAS
Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah
Dr. Yusuf Al Qardhawy
Robbani Press, Jakarta

Download Bukunya Disini: DOWNLOAD

http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Prioritas/Muqadimah.html (1 of 3)20/10/2004 6:45:08
Fiqh Prioritas


Kamis, 01 September 2016

77 Tanya-Jawab Seputar Shalat

Disusun Oleh:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
S1 Al-Azhar, Mesir. S2 Darul-Hadits, Maroko.
Dosen Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Seorang laki-laki tua datang kepada saya, rambutnya sudah memutih karena usia, setelah bersalaman ia pun berucap, “Pak Ustadz, ketika bangkit dari ruku’, saya selalu mengucapkan ‘Sami’allahu li man hamidah’. Kata penceramah di kampung saya, ma’mum yang melakukan perbuatan seperti itu, maka shalatnya batal. Bagaimanakah shalat saya selama ini?”.
Dalam sebuah pengajian, terlihat seorang jamaah yang melaksanakan shalat, ketika Takbiratul-Ihram ia angkat kedua tangannya setinggi-tingginya, setiap kali tegak bangun dari sujud ia kembalimengangkat kedua tangannya.
Seorang muslim yang hidup bernafas karena nikmat dan karunia Allah, detak jantungnya karena qudrat dan iradat Allah, tapi tidak pernah mau menempelkan dahinya untuk bersimpuh sujud ke hadirat Allah.
Tiga kasus di atas memberikan gambaran kepada kita tentang potret ummat saat ini. Saya berharap, meskipun jauh dari kesempurnaan, mudah-mudahan buku kecil ini dapat memberikan jawaban untuk ketiganya. Saya kemas dalam bentuk tanya-jawab untuk memudahkan pembaca. Biasanya, ketika membaca pertanyaan, akal bekerja ingin mencari jawaban, saat itulah jawaban datang, mudahmudahan lebih merasuk ke dalam hati dan akal. Saya sebutkan beberapa pendapat mazhab, bukan untuk mengacaukan amalan ummat selama ini, akan tetapi untuk mengetahui bahwa pendapat itu banyak dan masing-masing memiliki dalil, sikap menghormati akan menguatkan ukhuwwah umat ini.
Buku kecil dan sederhana ini jauh dari kesempurnaan, masih perlu kritik yang membangun dari pembaca. Semoga menjadi bahan kritikan bagi para ulama, dapat menjadi insipari bagi para pemula, menjadi bekal amal ketika menghadap Yang Maha Kuasa.

Pekanbaru, 18 Mei 2013
H. Abdul Somad, Lc., MA.
Silahkan download Ebooknya disini : DOWNLOAD.
Dipersembahkan untuk ummat oleh Tafaqquh Study Club | Website: www.tafaqquhstreaming.com

Silakan menyebarluaskan e-book ini dengan menyertakan sumber

Muhammad Hasnan

Part 4 – Ada Banyak Kerinduan Disana
Mereka menangkap ku, aku sempat memberikan perlawanan, menghindari tembak jitu yang berada di atas sana. Tapi usaha ku tak membuahkan hasil ketika sebuah timah panas menembus betis kaki kanan ku...
Aku mendengar samar-samar suara orang yang bercakap-cakap di luar sana. Perlahan aku membuka mata dan merasakan sakit diseluruh tubuhku. Aku berada di sebuah ruangan, tetapi bukan gudang yang aku datangi tadi siang. Kaki, tangan dan kepala ku  diperban, tangan kiri ku di infus. Aku menarik nafas dan berusaha mengembalikan semua kesadaran ku. Tidak ada orang di ruangan itu. Aku bangkit dari tempat tidur, melepas infus dan membuka perban di kepala. Berjalan agak pincang ke arah pintu. Ada tiga orang yang bercakap-cakap di sebelah kanan pintu, dan seorang cleaning service sedang menyapu di sebelah kiri pintu, lalu beberapa orang berlalu lalang. Aku berbalik menuju ke arah telepon dan mulai melakukan panggilan untuk memesan makanan. Tak berapa lama kemudian datang makanan yang aku pesan tadi. Aku menyuruh petugas yang mengantarnya untuk menghabiskan makanan itu, dengan syarat kami bertukar pakaian. Dia menyetujuinya setelah aku memberikan sedikit penjelasan. Aku keluar dari ruangan itu membawa piring tempat makanan dengan pakaian perawat rumah sakit, menuju dapur dan keluar dari pintu belakang. Aku menuju ke salah satu mobil ambulance yang terparkir disana, masuk dan mulai mengendarainya.
Aku berhenti di pinggir jalan, di depan sebuah toko yang berjarak 50 meter dari sebuah masjid. Aku harus ganti baju, baru kemudian menenangkan diri di masjid itu. Aku telah berkendara selama 15 menit. Ada sesuatu yang merasuk di kepala ku selama perjalanan tadi, bahkan sejak aku tersadar tadi. Aku ingin menyendiri dulu di masjid ini, berfikir dan merenung. Meski sholat ashar berjamaah telah dilaksanakan satu jam yang lalu, tapi masjid ini tetap ramai, ada yang duduk melingkar, berdzikir, mengaji dan berdoa. Aku sholat di shaf terdepan dipinggir sebelah kiri masjid. Aku sholat se-khusyu’ mungkin, berdoa didalam sujud ku yang panjang. Hingga tanpa terasa air mata ku mengalir dalam sujud ku.
Aku telah melupakan kejadian di gudang tadi siang, ini bukan soal itu, meskipun kegagalan hari ini adalah kegagalan pertama ku, ini sesuatu yang beda. Sesuatu yang belum pernah ku rasakan sebelumnya, yang merasuk begitu dalam di hati ku. Mengalir dalam darah ku, hingga aku tak mampu menahan air mata, aku terisak hingga akhir sholat. Hati ku sesak mengingatnya, ingin rasanya aku berteriak sekencang mungkin, mengadu kepada Yang Mahakuasa, betapa hatiku kini sedang dilanda kerinduan. Aku merindukan kedua orang tua ku.
Sejak aku tersadar tadi, aku begitu berharap mereka ada disamping ku, aku ingin memeluk mereka, bercerita dan menghabiskan banyak waktu bersama mereka. Entah mengapa perasaan ini begitu tiba-tiba. Berulang-ulang ku sebut mereka di dalam doa, ku ceritakan pada-Nya betapa aku mencintai mereka, betapa aku merindukan mereka, betapa aku ingin bersama mereka lebih lama lagi. Mungkin karena selama ini aku telah lama jauh dari mereka, aku sibuk dengan pekerjaan, sibuk dengan ini itu, jarang menghubungi mereka, apalagi mengunjunginya. Tapi doa mereka selalu mengalir untuk ku, untuk keselamatan ku. Bahkan aku merasa kekuatan doa mereka yang menyelamatkan ku dari kematian hari ini, kekuatan doa mereka yang membuat ku masih bisa berdiri tegak hari ini. Maka kejadian hari ini adalah peringatan bagi ku, betapa pun hebatnya aku disini, aku tetaplah seorang anak laki-laki yang harus berbakti kepada kedua orang tuaku. Betapa pun sibuknya aku disini, aku harus bisa mengunjungi mereka, sebab kepulangan ku adalah kebahagiaan bagi mereka, sedangkan kepergian ku adalah kekhawatiran dan kesedihan bagi mereka. Bagaimana kalau mereka tau apa yang aku alami hari ini, pasti mereka tidak akan berhenti menangis memikirkan ku. Mereka tidak akan percaya begitu saja ketika aku mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Karena  cinta mereka begitu dalam padaku, tidak ada tandingannya. Seumur hidup aku tidak akan mampu membalas kasih sayang mereka. Maka doa yang selalu terucap dari mulut ku hanyalah untuk mereka, cinta dan malaikat penolong ku di dunia ini.
Ada banyak kerinduan disana, di dalam hati yang begitu tulus mencintai, di dalam rasa yang begitu tulus memahami.
Ada banyak kerinduan disana, di dalam doa yang ku kirimkan pada Sang Pemilik langit, di dalam aliran air mata yang disaksikan Sang Pemilik bumi.
Aku tak menghiraukan lagi keadaan sekeliling ku, setelah merasa puas berdoa, aku mengambil kitab suci yang ada di depan ku, membuka lalu membacanya kalimat demi kalimat, halaman demi halaman. Aku berharap ini dapat sedikit mengobati kerinduan ku. Karena bagai mana pun, aku tidak ingin kecintaan ku pada kedua orang tua ku mengalahkan kecintaan ku pada Sang Pencipta. Maka satu-satunya cara untuk mengobati kerinduan ini adalah aku harus melakukan hal-hal yang membuat ku semakin dekat dengan-Nya.
Aku menyendiri di masjid ini hingga bakda isya, sampai aku merasa lebih tenang dan lebih siap untuk kembali ke dunia. Sekitar pukul 20.00 aku keluar dari masjid, duduk di kursi yang ada di teras masjid sambil mengenakan sepatu. Kemudian aku berjalan keluar menuju gerbang masjid, namun seketika langkah ku terhenti ketika seseorang memanggil nama ku. Akupun menoleh ke kiri mencari sumber suara yang memanggil ku.

Bersambuungg....